BANDARLAMPUNG – Pemerintah Provinsi Lampung, melalui Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim (Nunik), mengikuti Rapat Koordinasi dalam rangka Sinergitas Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Regulasi Omnibus Law secara virtual, yang dilaksanakan di Ruang Command Center, Diskominfotik Provinsi Lampung, Bandarlampung, Rabu (14/10/2020).
Dalam Rakor itu dijelaskan secara detail pengertian tentang latar belakang dan manfaat UU Cipta Kerja.
Rakor tersebut dibuka langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan diikuti oleh Menteri Perekonomian Airlangga, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, Mendagri Tito Karnavian, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Abdul Djalil, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Perwakilan Jaksa Agung, Perwakilan Kapolri, dan Perwakilan Panglima TNI, Para Gubernur Se-Indonesia, dan BUpati/Walikota Se-Indonesia.
Dalam arahannya, Menko Polhukam Mahfud MD. menyampaikan bahwa terkait unjuk rasa, tugas kita adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan cara memberi pengertian tentang latar belakang dan manfaat UU Cipta Kerja.
“Tugas kita menjaga keamanan an ketertiban masyarakat, dengan cara memberikkan pengertian tentang latar belakang UU Cipta Kerja ini, tentang materi-materi yang sebenarnya, dibandingkan dengan yang Hoax. Serta manfaat dari UU Cipta Kerja,” jelas Menko Polhukam Mahfud.
UU Cipta Kerja ini, lanjut Menko Polhukam Mahfud, dilatarbelakangi oleh lambannya perizinanan dan terlalu banyaknya meja demokrasi yang harus dilalui kalau orang ingin melakukan usaha.
“Sehingga pada waktu itu, Presiden mengambil inisiatif bagaimana caranya agar perizinan lebih sederhana dan tidak dikorupsi dalam melakukan perizinan. Sehingga muncul gagasan Omnibus Law, satu Undang-undang yang menyelesaikan problem antar berbagai Undang-undang di dalam satu Undang-undang,” jelas Menko Polhukam.
Kemudian, ada juga kenyataan, karena tenaga kerja itu setiap tahunnya bertambah, ada 3,5 juta terdiri dari 2,9 juta fresh graduate ditambah orang yang PHK. Itu harus ditampung dan disediakan lapangan kerja.
“Itulah yang menyebabkan Presiden sejak periode sebelumnya, sudah mengkampanyekan penyederhanaan perizinan, yang kemudian disebut Omnibus Law,” jelasnya.
Pembahasan Omnibus Law ini sudah dibahas secara terbuka. Itulah sebabnya banyak naskah-naskah yang beredar dan berbeda-beda.
“Kenapa demikian? Karena ketika naskah pertama ada masukan, maka kita ubah. Masih ada masukan lagi, diubah lagi, dan selanjutnya,” ujar Mahfud.
Perubahan itu dilakukan karena menampung masukan, bahkan aspirasi dari serikat pekerja sudah kita tampung.
“Banyak Hoax yang beredar. Yang katanya pesangon tidak ada. Pesangon tetap ada. UMP masih ada. Sekarang ada jaminan kehilangan pekerjaan. Sertifikasi halal masih ada, bahkan dipermudah,” jelasnya.
Terkait sikap Pemerintah dalam menyikapi unjuk rasa, lanjut Menko Mahfud, sejauh unjuk rasa itu menyampaikan aspirasi maka itu tidak apa-apa, karena sudah ada aturannya, dan dilindungi Undang-undang. Namun kalau unjuk rasa itu sampai anarki, maka harus diamankan, karena Negara ini harus kita jaga.
Dalam kesempatan itu, Menko Perekonomian Airlangga, menjelaskan Undang-undang Cipta Kerja berjumlah 15 BAB, 186 Pasal, dengan jumlah halaman 812 halaman. Undang-undang ini dilatarbelakangi dari jumlah mereka yang butuh kerja sekitar 13 juta, dimana terdiri dari jumlah penangguran setiap tahun sekitar 6,9 juta, korban PHK/dirumahkan sekitar 3,5 juta, dan setiap tahun fresh graduate sekitar 2,9 juta. Tentunya ini semua membutuhkan lapangan kerja maupun pembukaan usaha baru.
Kemudian jumlah UMKM sebanyak 64,13 juta, dimana sebagian besar lebih dari 80% adalah sektor informal. Oleh karenanya, sektor ini harus menjadi sektor formal dengan memudahkan dari segi perizinan.
UU Cipta kerja yang terdiri dari 11 klaster ini kita terus dorong salah satunya untuk menyelesaikan interregulasi yang selama ini menjadi latar untuk pungli.
“UU Cipta Kerja ini bermafaat untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, memudahkan pembukaan usaha baru, dan mendukung pemberantasan korupsi,” jelas Menko Perekonomian. (Adpim)