Bandar Lampung – Tindakan polisi yang menangkap nelayan Lampung Timur, SAF dinilai berlebihan.
Tokoh nelayan Lampung, Agoes Widjanarko menilai, polisi harus mengembalikan nelayan, SAF yang ditangkap kepada keluarganya.
“Tindakan aparat menciduk nelayan Lampung Timur berlebihan,” kata Agoes, Sabtu, 14 Maret 2020.
Kata Agoes, aksi spontan nelayan Lampung Timur membakar tongkang mlik PT 555 adalah kekecewaan besar terhadap kebijakan lintas sektoral yang tidak pro-rakyat.
“Apa tidak ingat peristiwa tahun 2017, dimana terjadi aksi anarkis besar di sana akibat ulah pengusaha yang memaksakan kehendak mengeruk pasir laut di Lampung Timur. Apakah pada saat gelombang anarkis yang besar itu, aparat bertindak menangkap nelayan yang terancam kehidupannya?” tanya Agoes yang juga mantan Sekretaris DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Lampung ini.
Ia berujar, peristiwa tahun 2017 menunjukkan polisi dan TNI bertindak sangat bijaksana. Mereka memilih langkah persuasif menyelesaikan persoalan.
“Kenapa pada tahun 2020 malah represif kepada rakyat? Padahal persoalan sama: pengusaha hendak mengeruk pasir laut yang bakal membahayakan lingkungan,” kata dia lagi.
Seharusnya, ucap Agoes, polisi bersikap adil kepada nelayan Lampung Timur. “Pertanyaan besarnya adalah, “Apa pengusaha yang akan mengeruk pasir itu sudah benar menggunakan perizinannya. Bahkan kalua mau lebih dalam, cek lagi perizinan itu dulu diperoleh dengan cara bagaimana. Sejak awal perizinan itu dinilai bermasalah. Kenapa yang ini tidak diurai dulu?,” ungkapan.
Pengusaha pengeruk pasir laut, ujar dia, diduga juga memiliki perizinan yang meragukan dan itu kesalahan yang patut diperiksa oleh aparat. Dia mencontohkan penambangan pasir laut di Tulangbawang dan Lampung Selatan yang pada akhirnya gagal.
“Ada apa di dua wilayah tersebut? Yang pasti, pengusahanya nakal. Lantas kenapa rakyat yang harus jadi korban di Lampung Timur,” kata dia.
Aparat harus mengedepankan langkah persuasif, bukan represif.
“Ini kan seolah olah sebagai shock therapy agar masyarakat dan nelayan tidak berani bersikap. Saya kira keliru. Bagaimanapun, menyangkut hajat hidup, nelayan dan warga pesisir tidak akan mundur melindungi habitat kehidupan mereka,” katanya.
Pengusaha pengeruk pasir laut biasanya menambang pasir mendekati garis pantai. Padahal area perizinan mereka di atas 7 mil.
“Nakalnya penambang pasir laut itu tidak juga mentaati aturan negara. Jangan berlindung di balik perizinan yang diberikan negara kalau pelaksanaan di lapangan tetaplah menjadi pencuri,” katanya.
Sebelumnya, ratusan nelayan Kualapenet di Desa Margasari, Labuhanmaringgai, Lampung Timur (Lamtim) menuntut pembebasan SAF.
SAF rekan mereka, seorang nelayan yang diciduk sekelompok orang bersenjata pada Kamis 12 Maret 2020 di Jalan raya Desa Mandalasari, Kecamatan Matarambaru.
Penangkapan SAF tersebut dinilai warga berkaitan dengan pembakaran kapal penyedot pasir laut milik PT Sejati 555 Sampurna di perairan laut Pulau Sekopong Lamtim sekira pukul 20.45 Minggu 8 Maret 2020.
“Kami tidak aman, karena kami khawatir adanya penangkapan susulan,” kata seorang nelayan setempat, Jumat 13 Maret 2020.
Amin sesepuh nelayan kualapenat mengatakan, para nelayan berkumpul untuk memberikan dukungan kepada keluarga SAF yang saat ini belum diketahui keberadaannya paska di ambil paksa oleh orang orang bersenjata.
“Kami memberikan dukungan kepada keluarga SAF agar kuat, dan kami menuntut agar saudara SAF segera dibebaskan tanpa syarat dalam waktu 24 jam,” ujarnya
Selain menuntut SAF dibebaskan nelayan dan warga meminta agar tidak ada lagi pengambilan atau penangkapan terhadap nelayan di Kualapenet.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan bahwa tim tekab 308 Polres Lampung Timur benar mengamankan seorang nelayan berinisial SAF, saat ini SAF masih dimintai keterangan di Mapolres Lamtim.
“Saudara SAF ini sedang dimintai keterangan terkait kasus kapal penambang pasir, memang saat itu petugas bertemunya di pinggir jalan ada yang bersenjata laras panjang juga ada yang laras pendek, kemudian para penyidik menghampiri saudara SAF yang sedang bersama keluarganya. Selanjutnya secara humanis penyidik membawa SAF ke Hotel Tirta Kencana, sedangkan keluarganya diantarkan pulang,” bebernya.
Nelayan Bakar Kapal Milik PT 555
Nelayan di Lampung Timur membakar satu dari empat kapal penyedot pasir laut milik PT 555 di perairan dekat Pulau Sekopong, Kabupaten Lampung Timur.
Aksi ini buntut dari mereka yang resah dengan adanya empat kapal pengeruk pasir, kapal tongkang, kapal tagboat (penarik tongkang), kapal penyedot pasir, dan kapal kasko.
Sebelumya nelayan sudah memperingatkan para awak kapal agar keluar dari kawasan yang biasa mereka mencari ikan. Namun karena tak diindahkan, nelayan mendatangi kembali kapal dan membakarnya.
Pada Jumat (06/3) lalu, sekitar 27 nelayan naik dua kapal mendatangi kapal yang telah bersiap menyedot pasir di kawasan perairan tangkapan nelayan dekat Pulau Sekopong.
Kemudian mereka bernegosiasi, hasil negoisasi nelayan dan awak kapal disepakati akan bertemu dan menemui warga di Pelelangan Ikan Desa Margasari, Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur.
antaran ditunggu tak kunjung datang menemui wargai di dermaga, warga kembali mendatangi kapal dan membakarnya di lokasi semula pada Sabtu (7/3),” kata Abdurahman, warga setempat, Minggu, 7 Maret 2020.
Abdurahman mengatakan, warga akan kembali mendatangi kapal, apabila tidak segera pergi dari wilayah nelayan mencari ikan.
“Para nelayan resah atas keberadaan kapal tersebut,” katanya.
Massa yang semakin banyak kemudian ditenangkan oleh aparat dan pejabat kecamatan. Hadir saat peristiwa untuk menenangkan warga adalah Camat Labuhan Maringgai Indrawati, dan staf, Kapolsek Kompol Yaya karyadi dan anggota, Ketua HNSI Lampung Bayu Witara, Pokdar Kamtibmas Agustinur Tri Handoyo, Kades Masgasari Wahyu Jaya, tiga anggota koramil Labuhan Maringgai.(Red)