Datang Yuk, Sharing Time: Megalithic Millennium Art di Tubaba

Tubaba – Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Lampung, akan menggelar acara bertajuk Sharing Time: Megalithic Millennium Art pada tanggal 22-26 Januari 2020 mendatang.

Kegiatan ini rencananya bertempat di sejumlah venue: Kota Budaya Ulluan Nughik, Sessat Agung, Las Sengok (Tiyuh Karta) dan Situs Patung Megouw Pak.
Acara ini digagas oleh Suprapto Suryodarmo (Alm) dan Umar Ahmad.
Suprapto Suryodarmo adalah seniman yang dikenal luas melalui sebuah metode performance yang bernama“Joget Amerta”.

Sebagai metode olah gerak, Joget Amerta menekankan pada pencarian ke dalam (inner), dari kedalaman diri lalu membangun kesadaran akan hubungan dengan lingkungan, manusia dan Tuhan. Joget Amerta bukanlah tari dalam pengertian teknis, memiliki teknik-teknik gerak yang baku,  tapi seperti apa yang dikatakan oleh maestro Sardono W Kusumo apa yang dilakukan Suparpto Suryodarmo justru menjadi lebih penting karena dia mampu menciptakan atmosfer tari.

Sebagian orang menyebut Joget Amerta sebagai meditasi gerak.
Umar Ahmad adalah Bupati Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) yang memiliki visi menjadikan Tubaba sebagai satu wilayah yang memiliki atmosfer kebudayaan sekaligus wilayah yang memiliki wawasan ekologis. Dia percaya bahwa melalui pendidikan kesenian dan lingkungan manusia bisa berubah menjadi lebih baik, menjadi lebih beradab.

Dalam lima tahun terkahir anak-anak di Tubaba bisa berlatih kesenian seperti teater, sastra, seni rupa, musik, film, fotografi dan tari. Juga berlatih pendidikan ekologi untuk membangun kesadaran dalam praksis sehari-hari, menumbuhkan kesadaran seperti tidak membuang sampah sembarangan, pengurangan sampah plastik, menanam pohon hingga pengetahuan pertanian permakultur.
Sementara terma Sharing Time: Megalthic Millennium Art menunjukan pertemuan dua tradisi: Mbah Prapto yang selama puluhan tahun berlatih Joget Amerta di situs-situs Megaltik (selain candi), sebagai ruang sunyi yang mendekatkan diri dengan alam, Tuhan dan peradaban masa silam. Sementara Millennium merujuk pada manusia dan situasi masa kini. Berkorelasi pula pada masifnya pendidikan kesenian dan lingkungan pada anak-anak di Tubaba, berkat wawasan sebab merekalah sesungguhnya pemilik Tubaba di masa depan.

Maka tema Sharing Time: Megalithic Millennium Art memiliki spektrum pengertian teramat kaya. Kita akan lebih memahaminya dalam seluruh gelaran acara yang berupa: Sarsehan, workshop dan pertunjukan.
Menurut rencana acara ini akan dibuka oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim. Pejabat Negara yang juga akan hadir adalah Hilmar Farid ( Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia) yang akan menjadi pembicara dalam sarasehan dengan tajuk “ Membangun Manusia lewat jalan Kebudayaan”.

Para penyaji yang akan hadir adalah; Andy Burnham (Arkeolog, pendiri dan editor web Megalithic Portal, Inggris), Alex Gebe (Seniman, anggota Teater Kober, Lampung), Ari Rudenko (Seniman lintas disiplin  dari Amerika Serikat), Anna Thu Schmidt (penari asal Jerman yang menyelesaikan studi masternya di Throndeim, Norwegia), Agus Sangishu (Rumah Tari Sangishu, Lampung) Bettina Mainz  (Penari, guru dan terapis trauma berbasis di Berlin, Jerman) akan pentas kolaborasi bersama suaminya Rodolfo Mertig ( Fisikawan) dan putra mereka Sebastian Mainz-Mertig (usia 11 tahun). Juga akan hadir Daniel Oscar Baskoro ( Periset asal Yogayakarta yang berbasis di Univesitas Columbia, New York, Amerika Serikat), Dian Anggraini (Penari dan dosen asal Lampung) Diantori Dihan ( Koreografer, pimpinan Gar Dancestory, Lampung), Edhyitia Rio (Komposer, anggota Orkes Ba’da Isya, Lampung), Frances Rosario ( Seniman, Amerika Serikat), Prof Dr Haris Sukendar (Mantan kepala badan Arkeologi Nasional), Diane Butler ( Seniman gerak, pimpinan Dharma Nature Time, Bali),Halilintar Latief ( Antroplog, Universitas Negri Makassar), Keith Miller (Inspektorat Monumen Kuno  untuk English Heritage, Inggris), Katsura Kan ( Seniman Butoh asal Jepang), Margit Galanter ( Penyair Tari dan Instigator Kebudayaan, Amerika Serikat), Mara Poliak (Perfomer, Amerika Serikat), Moris Shakaia (Performer, Russia), Peter Chin (Performer, Kanada), Rianto ( Penari asal Solo berbasis di Jepang), Sandrayati Fay ( Komposer dan penyanyi asal Ubud, Bali), Transpiosa Riomandha (Antropolog, Yogyakarta) dan Mariana Isa ( Arsitektur dan Peneliti, Malaysia).

Siswa-siswa Tubaba yang terpilih  juga akan menjadi pembicara dalam acara sarasehan dengan tajuk “Tubaba 100 tahun kemudian”. Pada pembukaan acara sejumlah 70 siswa-siswa Sekolah Seni Tubaba akan membawakan Tari Nenemo, selain itu akan ditampilkan pementasan musik Q-Thik, tari Sigeh Pengunten dan Seni Kulintang. Prosesi lain adalah: penanaman bibit pohon bersama, pelepasan ikan, pelepasan kerbau (panitia masih mikir-mikir) dan peletakan batu di Las Sengok, sebuah wilayah yang kelak akan dikembangkan menjadi hutan lindung Q-Forest, terletak di Tiyuh Karta.
Kontak Panitia:  (Andika)
0822 91111099
Email: [email protected]

(Sumber Klasika)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *