TANGGAMUS — Gusdurian Tanggamus, Lampung menggelar dialog kebudayaan, Jumat, 3 Januari 2020 malam.
Kegiatan tersebut dalam dalam rangka mengenang satu dekade wafatnya KH Abdurrahman Wahid.
Aktivis Gusdurian Tanggamus Abdur Rouf Hanif mengatakan kebudayaan dan kemanusiaan menjadi isu menarik belakangan. Hal itu karena kerap digunakannya isu SARA untuk kepentingan oleh sejumlah kelompok.
Menurutnya, hal itu kemudian menimbulkan sikap intoleran di tengah masyarakat. “Imbasnya adalah munculnya berbagai konflik horizontal pada kalangan masyarakat,” kata dia.
Ia menambahkan, masyarakat kini kehilangan sosok yang benar-benar tulus. Menurutnya kini tidak ada tokoh yang membincang kemanusiaan secara serius seperti Gus Dur.
“Masyarakat merindukan kehadiran sosok Gus Dur, yang selalu mementingkan kepentingan umum,” tambahnya.
Ia menambahkan, kini adalah waktu yang tepat untuk mengkampanyekan nilai-nilai yang diajarkan Presiden RI ke 4 itu. Hal itu agar masyarakat tetap damai hidup ditengah keberagaman.
“Sudah saatnya generasi muda mewarisi fakta sejarah dan melestarikan 9 nilai laku hidup beliau untuk harmonisasi kebhinekaan,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu Chepry Chaeruman Hutabarat menyampaikan tiga tingkat kesadaran manusia yang diyakini Gus Dur.
Pada tingkat terendah manusia beraktifitas berdasarkan hasratnya pribadi disebut epithumia. Kedua yakni thumos, aktifitas manusia didasari semata atas kebanggaan terhadap kelompok. Tahap tertinggi adalah tahap logistikos. Pada tahap ini, terangnya, manusia bertindak bukan atas dasar hasrat maupun kelompok tapi atas dasar kemanusiaan.
“Menurut Gus Dur seorang pemimpin Republik harus orang yg punya kesadaran logostikos atau kebajikan agar bisa melihat yang lain sebagai manusia,” papar Chepry.
Dalam agenda tersebut pihaknya mengundang sejumlah pemateri dari berbagai kalangan. Antara lain Founder KLASIK Chepry Chaeruman Hutabarat, Ketua PCNU Tanggamus KH Samsul Hadi, serta Romo Dito. Selain dialog, kegiatan itu juga diisi dengan pentas seni dan kebudayaan.