Haul Gus Dur Ke-10, Klasika Bandarlampung Undang Tokoh Lintas Agama

BANDAR LAMPUNG — Klasika mengundang tokoh lintas iman dalam gelaran Haul Gus Dur Ke-10, Minggu, 29 Desember 2019.

Sejumlah tokoh yang diundang antara lain Ketua MUI KH Khairudin Tahmid, Ketua PGI Christya Prihanto Putro, Agustinus Warso, Anggota FKUB Bandar Lampung Lampung, Ketua DPP Peradah Lampung Ketut Artaye, dan Viriya Parama Romo Pandita Vihara Thay Hin Bio. Dalam agenda tersebut para tokoh tersebut membincang ihwal hubungan manusia dan agama.

Khairudin Tahmid menyampaikan, tokoh yang berhasil merubah pemikiran yang konservatif menjadi progresif. Dalam pemikirannya ia menolak kemapanan, hegemoni, serta menjunjung demokrasi.

“Bagi para pengikutnya, Gus Dur bukan hanya menjadi sosok, namun sebagai ilmu tersendiri,” terangnya.

Sementara, Ketua PGI Lampung Christya Prihanto mengatakan tak ada yang lebih lantang dibanding mantan Presiden RI ke empat itu. Bahkan tidak kepentingan politik dalam setiap tindakannya.

“Dalam agama Gus Dur adalah orang yang paling islami. Sedangkan dalam Islam, Gus Dur adalah orang yang paling manusiawi. Ia lebih substansi dalam membicarakan kebenaran,” jelasnya.

Ketua DPP Peradah Lampung Ketut Artaye menuturkan, setiap makhluk memiliki dan berasal dari unsur yang sama. Setiap makhluk hidup merupakan pancaran dari satu unsur. Maka, lanjut dia, jika kita menyakiti manusia maka sama saja menyakiti diri sendiri.

“Gus Dur sangat meneladani hal itu, ia mampu memanusiakan manusia meski beda keyakinan,” tuturnya.

Selain itu, tokoh Katolik Agustinus Warso memaparkan, cara memperlakukan orang lain merupakan cerminan dari cara seseorang beragama. Jika orang mengaku beragama, lanjut dia, maka ia harus bisa bersahabat dengan semua manusia.

“Hal itulah yang dilakukan Gus Dur, bahkan ia lebih katolik daripada saya,” ujarnya.

Sebelumnya, Penanggungjawab Program Klasika dalam sambutannya menyampaikan, Gus Dur selalu mengedapankan kemanusiaan dalam caranya bergama. Bahkan ia selalu memuliakan manusia lainnya meski berbeda agama dan keyakinan. Menurutnya memuliakan ciptaan tuhan sama saja memuliakannya penciptanya.

“Semangat beragama dan kemanusiaan inilah yang sangat relevan untuk dikampanyekan ditengah fenomena ekstrimisme dan intoleransi yang ramai di masyarakat,” tegasnya.(Klasika)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *