Bandar Lampung – Kelompok Studi Kader (Klasika) tutup acara Kuliah Ramadan (Kurma) dengan membincang nilai Kekesatriaan dan Kearifan Tradisi, Sabtu (25/05/2019).
Kegiatan yang bertajuk “Ngaji Buku Gus Dur & Catatan Yang Hilang Makna” ini, M. Muhammad Putra dan Lukmansyah mendendah essai yang mereka tulis.
Chepry Chaeruman Hutabarat menyampaikan bahwa acara Kurma dihelat sebagai sebuah ruang diskusi yang disediakan bagi para generasi muda.
“Pertukaran gagasan amat penting untuk kita lakukan, karena sejak dahulu kita berkutat dengan pertukaran gagasan. Baik ihwal keadilan, kemanusiaan, dan kesetaraan. Karena melalui hal tersebut, kita dapat terus bergerak maju. Maka syarat utama untuk terjadinya tukar-menukar gagasan adalah menciptakan ruang dialog yang dialogis,” paparnya.
Ia menambahkan, hadirnya program Kurma sebagai salah satu cara untuk memuwujudkan 9 nilai keutamaan Gus Dur (Abdurahman Wahid).
“Sembilan nilai keutamaan Gus Dur hanya mungkin terealisasi bila ruang dialog benar-benar tercipta, sebagaimana yang dilakukan Gus Dur semasa hidupnya,” tutupnya di hadapan para peserta diskusi.
Sementara itu, M. Muhammad Putra menyampaikan dalam diskusi, sedikitnya terdapat tiga prinsip yang gigih diperjuangkan Gus Dur, yakni humanisme, multikulturalisme, dan pluralisme.
Ia menambahkan, di tengah krisis keteladanan sosok Gus Dur menjadi salah satu role model yang dapat dijadikan contoh.
“Sebagaimana seorang kesatria di masa kerajaan yang gigih mewujudkan kebenaran,” ungkapnya.
Sementara itu Lukmansyah menyampaikan tradisi dan agama merupakan kedua hal yang dapat saling berdampingan.
“Lewat tradisi, wali songo mendakwahkan Islam, yang buahnya kita nikmati hari ini. Islam menjadi agama mayoritas di Republik Indonesia,” ucapnya.
Acara Kurma kali ini ditutup dengan penampilan grup musik Orkes Bada Isya dan MusiKlasika.