Foto ist |
Bandar Lampung – Sebanyak 38 wartawan Media Nasional (Medinas) Group mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) jenjang muda, madya dan utama yang dilaksanakan PT Medinas Jaya Perkasa di Balroom Hotel Sahid, Bandarlampung, Rabu (19/12/2018).
Direktur PT Medinas Jaya Perkasa, Nara S Kartadilaga mengatakan, uji kompetensi wartawan ini dalam rangka memenuhi agenda verifikasi faktual dan administrasi oleh Dewan Pers. Untuk itu pihaknya menginginkan agar semua peserta yang mengikuti UKW sebanyak 18 muda, 8 Madya dana 14 utama diharapkan bisa memahami materi yang disampaikan para penguji dari London School Of Public Relations (LPSR). Hari pertama diisi dengan workshop untuk persiapan ujian besok.
“Kita datangkan para penguji sebanyak 7 orang. Mereka sangat teruji dan pernah melakukan uji materi terhadap kode etik jurnalistik. Artinya para penguji tersebut sangat kredibel,” kata Nara yang juga Pimpinan umum Surat Kabar Harian Medinas Lampung usai pembukaan UKW.
Sementara dalam paparannya, Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Dewan Pers, dr Artini mengatakan sampai saat ini kode etik jadi isu penting dalam profesi wartawan.
“Tahun 2018 ada 600 pengaduan ke dewan pers. Dan ini merupakan pegangan yang tidak bisa diabaikan. Yang mengikat kita bisa profesional adalah kode etik,” kata Artini.
Artini menjelaskan, ada beberapa fase kehidupan pers di berbagai era. Era orde baru pers sifatnya masih otriter, masih mengikuti kata pejabat sehingga terjadi pelumpuhan. ”Masa orde baru harus tunduk pada satu pintu. Dan saya mendapat berapa kali hukuman oleh kantor karena berita yang saya sajikan,” jelasnya.
Dalam era reformasi justru melahirkan pelanggaran kode etik yang luar biasa. Artinya di berbagai periode bahwa KEJ masih menjadi isu penting.
Dewan Pers, kata Artini, sadar akan keadaan pers seperti itu, maka sejak 2016 Dewan Pers melakukan indexs kemerdekaan pers. Ada 20 indikator apakah kemerdekaan pers Indonesia sudah menemukan kemerdekaan yang hakiki termasuk apakah wartawan itu sudah benar-benar berkualitas.
Tahun 2018 ada tiga bidang yang dibahas dalam indexs tersebut dan etika pers termasuk dalam sub hukum diantaranya kekebasan praktik jurnalisme, kriminalisasi dan intimidasi,etika pers. Dan etika pers menempati urutan ke lima belas.
“Yang paling menyedihkan adalah liputan wartawan terhadap penyandang disabilitas berada di peringkat dua puluh dan tidak pernah naik. Apakah wartawan sudah tidak ada rasa empati terhadap penyandang disabilitas,” imbuhnya seraya mengatakan kepekaan wartawan hingganya dipertanyakan terhadap liputan penyandang disabilitas. Independensi ruang redaksi, kekerasan terhadap jurnalis, keragaman pandangan dan kepemilikan media serta kesejahteraan wartawan.
Artini juga menambahkan, saat ini jumlah media online di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat, ada 43 ribu dan hanya 400 yang terverifikasi. (*)