Andi Surya. Foto ist |
Bandar Lampung – Senator Lampung, Andi Surya menyikapi persoalan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Way Dadi dan Pelindo Panjang Pidada.
Andi berujar, terkait dengan konflik lahan warga masyarakat dengan pemegang HPL PT. Pelindo di Kecamatan Panjang Pidada dan Pemerintah Provinsi Lampung di Way Halim Way Dadi, Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor. 5/1960 secara spesifik tidak menyebutkan adanya HPL.
Mantan Anggota DPRD Lampung ini memaparkan, walaupun UUPA tidak mengatur, namun Peraturan Pemerintah Nomor. 8 tahun 1953 tentang penguasaan tanah negara masih tetap berlaku yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor. 9 tahun 1965 tentang konversi penguasaan tanah negara yang didalamnya terdapat pengertian hak-hak pengelolaan lahan.
“Berhubungan dengan kedua HPL itu, berdasar kronologis, HPL diterbitkan manakala lahan-lahan yang menjadi objek HPL sebelumnya telah diduduki oleh masyarakat, hal ini bisa saja terjadi karena UUPA Nomor. 5/1960 dan peraturan turunannya membolehkan. Disebutkan dalam UUPA, lahan negara afkir dan terlantar dapat dimiliki warga masyarakat,” ucap Andi Surya, Minggu (25/11) melalui siaran pers.
Andi mengaku, mendapat bukti baru, atas desakan DPD RI dan DPR RI, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan surat Nomor 571/37.3-800/IX/2018 tentang SHPL Nomor. 1/1989 Way Lunik Panjang Pidada. Dalam point 3 surat tersebut menyatakan HPL No. 1/Way Lunik Pajang dibatalkan kemudian diproses ulang sesuai ketentuan yang berlaku.
“Artinya, SK. HPL bisa dicabut atau direvisi oleh sebab sebelum HPL diterbitkan terdapat legalitas lahan hak-hak milik warga yang wajib dihormat,” jelas Andi Surya.
Ini merupakan contoh, dimana HPL bisa saja digugat masyarakat dan dicabut oleh BPN oleh sebab cacat administrasi atau disebabkan karena di dalamnya terdapat cluster yang telah dikuasai masyarakat, Urainya.
Dalam kasus HPL Pemprov Lampung di Way Dadi, Berdasar Keppres No 32 Tahun 1979 dan SK Mendagri cq. Dirjen Agraria no. 224/DJA/1982 tanah hak Erfach Ex. NV. Way Halim Rubber and Cofee Estate seluas 1.000 ha terdapat peruntukan petani penggarap seluas 300 ha di mana di dalamnya terdapat 110 ha lahan peruntukan petani tersebut diterabas BPN dengan mengeluarkan SK HPL no. 01/SI, 02/SI, 03/SI tahun 1994.
“Seharusnya sebelum keputusan HPL dikeluarkan untuk Pemprov Lampung di Way Dadi maupun PT. Pelindo di Panjang Pidada, instansi BPN melakukan prosedur verifikasi guna klarifikasi status lahan. Jika menilik SK Kemendagri Cq. Dirjen Agraria di atas, maka diduga ada kekeliruan administratif dalam hal keputusan HPL dimaksud,” ujar Andi Surya.
Selanjutnya Andi Surya menghimbau, oleh karena lahan-lahan HPL ini awalnya merupakan lahan negara, ada baiknya Kementerian ATR/BPN melakukan revisi ulang terhadap surat-surat keputusan HPL yang diduga bermasalah, dan sebisanya UUD45 pasal 33 dapat menjadi rujukan, yaitu; tanah, air.
“Dan yang terkandung di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” pungkas Andi Surya. (TeAm)