Pilgub Lampung, Akademisi Unila: Gugatan MK tak Penuhi Syarat

Yoga Satria. Foto ist

Bandarlampung – Gugatan yang diajukan M Ridho Ficardo-Bachtiar Basri dan Herman HN-Sutono ke Mahkamah Konstitusi (MK) hampir bisa dipastikan tidak akan mengubah hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung yang berlangsung pada 27 Juni 2018 lalu.

Alasannya, gugatan kedua paslon yang didaftarkan ke MK pada Rabu, 11 Juli 2018, tidak memenuhi syarat formil maupun materiil untuk sebuah gugatan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Demikian disampaikan Satria Prayoga, dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), menanggapi gugatan sengketa pilkada yang diajukan Ridho-Bachtiar dan Herman-Sutono.

“Gugatan pasangan nomor urut 1 (Ridho-Bachtiar) dan 2  (Herman-Sutono) ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentu harus memenuhi syarat formil dan materil sebuah gugatan, sebagaimana ketentuan Pasal 158 Ayat 1 Undang-Undang nomor 10 Tahun 2016,” kata Satria, Rabu, 11 Juli 2018.

Selanjutnya, kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Sriwiyaja, Sumatera Selatan itu menjelaskan, berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada di Lampung di atas enam juta lebih jumlah penduduk maka dipakai ketentuan Pasal 158 Ayat 1 Huruf C.

“Yaitu, permohonan pembatalan dalam gugatan ke Mahkamah Konstitusi paling banyak satu persen,” katanya mengutip Pasal 158 Ayat 1 huruf A sampai dengan D UU Nomor 10 Tahun 2016.

“Jadi menurut saya, sudah tidak bisa ditafsirkan lain lagi. Kalau selisih persentase sudah terlalu jauh, sudah tidak memenuhi syarat materil. Belum lagi jika dilihat secara formil,” Satria menegaskan.

Dia pun mempertanyakan: “Bagaimana bisa gugatan yang diajukan ke MK tidak menyertai putusan di tingkat administrasinya. Seharusnya apa yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi adalah hasil yang telah ditetapkan KPU yang dalamnya ada keputusan Bawaslu tentang perselisihan adminstrasi”.

Terkait diterimanya gugatan pasangan nomor 1 dan 2 ke Mahkamah Konstitusi yang telah teregistrasi, menurut dia, hal itu merupakan hal biasa, karena semua gugatan selayaknya diterima sesuai kompetensi absolutnya MK yaitu menerima gugatan atas penetapan KPU.

“Tapi apakah memenuhi syarat formil dan materilnya, itu yang akan menjadi hasil putusannya majelis persidangan di MK,” kata dia.

Namun yang tidak kalah penting dan harus menjadi bahan pemikiran bagi seluruh masyarakat Lampung adalah memahami seluruh aturan yang ada.

Karena syarat formil dan materil suatu gugatan harus dibuat dengan baik. “Jangan (sampai) ketika putusan ditolak karena tidak memenuhi syarat formil dan materil, kemudian lantas menafsirkan pengadilan dianggap tidak bersih”.

“Itu yang sering terjadi di negara kita. Pengadilan terkadang memutus menolak atau tidak menerima gugatan bukan karena substansi atau materi gugatan, melainkan melainkan karena kurang baiknya dalam pembuatan gugatan atau syarat fromil beserta melewati tahapan-tahapan sebagaimana hukum acaranya peradilan yang berlaku,” demikian Satria. (rls).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *