Ansori (kiri) dan Fitri Yulmi. Foto ist |
Bandarlampung – Siapa bilang lurah di Bandarlampung netral dalam Pilgub Lampung 27 Juni lalu. Terbukti salah seorang warga Kelurahan Kecamatan Kemiling menjadi korban kebijakan Lurah karena beda pilihan.
Ny Fitri Yulmi, warga Kelurahan Beringin Jaya, Selasa (3/7/2018), datang ke kantor kelurahan bersama anaknya AM, tidak mendapat pelayanan layaknya seorang warga. Sampai di kantor kelurahan Ibu Fitri bertemu Lurah Dara. Fitri yang pada Pilgub lalu menjadi Saksi Cagub paslon no.3 Arinal-Nunik mendapat sambutan kurang baik dari lurah setempat.
“Ibu Fitri mau ngapain. Mau ngurus biling ya. Langsung saja ke Arinal. Jangan mau programnya saja tapi orangnya tidak dipilih,” kata Lurah Dara kepada Fitri.
Tak cuma pilih kasih dalam memberikan pelayanan warga. Lurah Dara juga menuduh Fitri membagi-bagi uang. Padahal kata Fitri, uang yang dibagi-bagi itu merupakan uang saksi di TPS.
Usai menghardik dan menuduh warganya, Lurah Dara menyuruh ibu Fitri menemui stafnya ibu Neni untuk mengurus surat pengantar sekokah program billing masuk SMPN.
Ny Fitri lalu menemui staf Lurah Neni, tapi tidak ada respon. Yang ada malah staf Lurah Neni bicara yang hampir mirip dengan Lurah.
Neni mengatakan bahwa program billing merupakan program Walikota Herman HN. “Ibu Fitri tau gak biling program siapa? Kata staf lurah ini. Dijawab oleh Ibu Fitri, program Walikota Bandarlampung. Ibu Neni menimpali lagi, mengapa ibu mau menjadi saksi Arinal. Dijawab oleh Ibu Fitri bahwa menjadi saksi calon gubernur nomor urut 3 merupakan hak pribadi dirinya sebagai warga negara.
Mendengar jawaban Ibu Fitri tersebut, staf lurah Neni mengatakan minta saja ke Arinal. Sudah dipimpong dan diceramahi lurah dan stafnya Ibu Fitri tidak mendapatkan surat pengantar dari lurah. Ibu Fitri memutuskan pulang meninggalkan kantor Kelurahan Beringin Jaya dengan tangan hampa dan raut wajah sedih.
Merasa tidak mendapat surat pengantar dari lurah, Ibu Fitri mengadukan peristiwa yang dialami ke DPD II Partai Golkar Bandarlampung yang diterima oleh Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM Ginda Anshori Wayka, SH, MH.
Anshori mengatakan apa yang dilakukan Lurah Beringin Jaya kurang tepat. Sebab, program wajar 9 tahun itu merupakan program pemerintah dan bukan program pribadi seorang walikota. Karena itu, tidak pantas seorang lurah berbuat seperti itu gara-gara beda pilihan dalam Pilkada.
Sementara itu, Lurah Beringin Jaya Dara, saat dihubungi via Hp, Rabu (4/7/2018), tidak mengangkat. Dikonfirmasi via SMS juga tidak membalas. (*)