Foto ist |
Lampung Selatan- Tindakan arogan yang ditunjukkan perangkat desa terhadap wartawan kembali terjadi. Kali ini di Desa Mandah Kecamatan Natar Lampung Selatan Minggu, 24 Juni 2018.
Diawali saat Kepala Desa Mandah, Sutrisno melakukan pelecehan profesi Kuasa Hukum dalam hal ini Darozi Chandra yang sedang melakukan mediasi terkait urusan penyerobotan tanah milik warga, mbah Wakidi, oleh kepala desa setempat.
Sempat terjadi perang mulut dan bersitegang antara kedua pihak, disaksikan beberapa awak media dari beberapa media elektronik dan online.
Sutrisno tak terima dan justru meluapkan emosinya, lalu menantang dan mengatakan tak takut hukum. Dia berkata lantang dan penuh amarah menghardik kuasa hukum dari LBH Keadilan Rakyat.
“LBH ta* kucing. Silahkan laporkan saya ke Polda saya tunggu,” ujarnya lantang.
Sementara Sekdes, Yuldi Ismail mengeluarkan amarahnya dengan kata-kata penuh penghinaan, mengamuk seperti orang kesurupan. Sekdes ini tidak saja mengancam tim kuasa hukum namun juga berusaha memukul wartawan yang ada di lokasi itu, dan mengejarnya.
Baca: WN 88 Humas Mabes Polri Tinjau Lahan Sengketa Mbah Wakidi Vs Kades Mandah
“Sudah enggak mempan golok apa? Berani berani masuk wilayah saya,” teriak Yuldi sembari mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak senonoh.
Tim kuasa hukum dan beberapa wartawan akhirnya menghindari amarah kedua oknum punggawa desa itu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
Atas tindakan ini tim kuasa hukum Mbah Wakidi menegaskan akan melakukan follow-up perkara usai Pemilukada nanti. “Kades dan Sekdes serta Kadus ini akan kami laporkan ke Polda sesuai dengan tantangan Kades tadi. Mereka sudah jelas mendzolimi mbah Wakidi yang punya bukti kepemilikan sah,” kata Chandra.
Justru dengan peristiwa ini ada jalan masuk untuk mengusut tuntas penyerobotan tanah milik warganya itu. “Kita lihat saja, mereka sudah menantang hukum. Nanti kita buktikan saja di ranah hukum. Manusia dzolim itu harus dapat ganjarannya,” tambahnya.
Diberitakan sebelumnya bahwa keluarga Wakidi menurunkan batu untuk membangun di atas tanah miliknya yang selama ini diakui sebagai aset desa.
Upaya mediasi melalui kuasa hukum keluarga Mbah Wakidi yang menyerahkan permasalahan dugaan penguasaan fisik pekarangan kepada Lembaga Mediasi dan Hukum Praktisi Keadilan Rakyat telah di tangani dalam kurun waktu satu bulan lebih namun belum membuahkan hasil.
Namun karena merasa memiliki bukti yang sah atas lahan seluas hampir 600 meter persegi yang saat ini telah berdiri sebuah bangunan warung atau toko dari program Desa Bumdes, maka hari Sabtu 23 Juni 2018 keluarga Mbah Wakidi didampingi kuasa hukumnya Darozi Candra berniat untuk segera membangun tempat usaha di tanah itu.
Selama ini tanah telah diklaim oleh Kepala Desa setempat sebagai aset yang mengatasnamakan milik masyarakat kampung tersebut. Proses penurunan material batu belah untuk pembangunan itu pun menurut Chandra sudah dikonfirmasikan dengan pamong desa, termasuk Sumarmo, RT yang tempat tinggalnya berdampingan dengan tanah milik mbah Wakidi ini.
“Sebelum menurunkan batu, Kami juga sudah memberitahukannya kepada Babinkamtibmas setempat melalui telepon selulernya,” ujarnya.
Sementara Ketua Rt Dusun setempat, Sumarno yang sempat juga ditemui awak media guna mengkonfirmasikan status tanah yang saat ini berdiri bangunan milik desa menuturkan bahwa tanah itu sepengetahuannya adalah milik Mbah Wakidi.
“Sejak saya belum beristri dulu sudah tau kalo pekarangan itu milik keluarga Pak Wakidi dan pernah digunakan untuk Puskesmas, saya juga pernah tahu waktu dulu itu pernah ditarik sumbangan untuk membangun, tapi apa sampe ke Pak Wakidi atau nggak saya gak tahu,” jelasnya. (Red)