Riza Mihardi. Foto ist |
Bandarlampung– Menyikapi maraknya aksi demo terkait aktivitas penambang pasir yang diduga ilegal di Wilayah Gedung Aji Tulangbawang Lampung, anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung H. Riza Mirhadi, SH, angkat bicara.
Ketika dimintai tanggapannya, Jumat (6/4/2018), Riza Mirhadi anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Lampung, mengaku prihatin. Sebab, di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya memperbaiki lingkungan supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berakibat banjir, masih ada pihak tertentu yang nekat melakukan aktivitas pertambangan diduga ilegal.
Menyinggung adanya dugaan penambangan ilegal yang dilakukan CV. Kamindo Prima Unggul (KPU), Riza Mirhadi yang sudah mengetahui informasi adanya aktivitas penambangan ilegal di Tulangbawang, meminta pihak berwenang dalam hal ini Dinas Pertambangan Provinsi Lampung bertindak tegas. Dia juga meminta kepada Kapolda Lampung bertindak tegas jika ada indikasi kerusakan lingkungan.
Masyarakat lanjut Riza, sudah mengetahui kalau ada aktivitas penambangan di Tiyuh Batu Ampar Kecamatan Gedung Aji Tulangbawang. Ini terlihat adanya protes dari sebagian warga yang melakukan demo ke kantor Pemkab Tuba dan DPRD. Informasi adanya dugaan penambangan ilegal, bisa menjadi bahan bagi Dinas Pertambangan dan Polda Lampung dalam mengecek kebenaran kegiatan tersebut.
“Jangan dibiarkan, kalau ada informasi dugaan penambangan ilegal harus segera ditindaklanjuti. Karena dampak kerusakan lingkungan sangat besar dan bisa mengancam daerah setempat,” ujar Riza.
Diberitakan sebelumnya, puluhan orang dari LSM Forum Aksi Anti Korupsi (Fagas) dan Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) menggelar aksi demo. Mereka mendesak Pemkab Tulangbawang dan DPRD segera menindak penambangan pasir Ilegal di Kampung Batu Ampar, Kecamatan Gedung Aji Baru yang dikelola CV Kamindo Prima Unggul dam PT. Way Pidada Jaya.
Kedua perusahaan tersebut diduga telah melakukan tindakan melawan hukum dengan melakukan penambagan pasir secara Ilegal yang mengeksplorasi tambang pasir tanpa dokumen resmi. Kedua perusahaan itu diduga tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) lagi, karena sudah habis 28 November 2016.
Aktivitas penambangan itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dalam Pasal 158 merumuskan, setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR dan IUPK sebagi dimaksud pasal 37, 40, 48, 67 dan 74 ayat 1 atau ayat 5 dipidana penjara paling lama 10 tahun penjara serta denda Rp 10 miliar.
Warta9