Fokus Grup Diskusi DPD RI, PT KAI Diminta Lepas Lahan Warga

Andi Surya (kiri). foto ist

Jakarta- Guru
Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia, Prof. DR. Ny. Arie S. Hutagalung SH,
MLI, dalam Fokus Grup Diskusi yang diselenggarakan oleh Badan  Akuntabilitas
Publik DPD RI (15/03/18) di ruang rapat BAP DPD RI Senayan, dengan tegas
menyatakan bahwa GrondKaart yang menjadi pegangan PT. Kereta Api Indonesia
dalam mengklaim asset lahannya bukan merupakan alas hak.

“GrondKaart
hanya berupa gambar situasi atau semacam surat ukur, jadi tidak bisa dikatakan
sebagai alat menegaskan fomal yuridis kepemilikan lahan,” kata dia.
Ia menjabarkan,
aspek kepastian dan perlindungan hukum berkenaan dengan legalitas tanah-tanah
aset kereta api adalah ditentukan dengan mengikuti ketentuan pendaftaran
konversi eks Hak Barat. Secara kronologis berkenaan dengan perubahan status
badan hukum pada perusahaan yang kemudian menjalankan perkereta apian di
Indonesia, yaitu bahkan sejak sebelum era DKA (Djawatan Kereta Api) yang
berlanjut hingga sebagaimana ditemukan dalam situs resmi PT.KAI (persero).
“Hingga saat
ini tidak ada proses sertifikasi GrondKart menjadi kepemilikan sesuai konversi
hak2 Barat yaitu; eigendom, opstal maupun erpacht. Apalagi, secara bukti fisik
Grondkaart tidak ditemukan aslinya. Yang ada hanyalah salinan. Dengan demikian
grondkaart bukan merupakan alas hak formil yuridis kepemilikan PT. KAI,” tandasnya.
Selanjutnya,
nara sumber lain yang diundang menjadi pembicara dalam FGD ini, Dr. Kurnia
Warman, SH, M.Hum, Wakil Dekan Fak Hukum Universitas Andalas Padang,
menyebutkan, pada saat konversi hak-hak barat menuju nasionalisasi di tahun
1960-an, pendaftaran tanah memerlukan data yuridis (dasar hukum penguasaan) dan
data fisik (gambar situasi spt Groondkaart dsb) penguasaan tanah tersebut untuk
dipindahkan ke Buku Tanah dan Sertifikat Tanah-nya sesuai kewenangan instansi
pemerintah ybs. Sesuai UUPA no. 5/1960 diberikan batas waktu 20 tahun untuk
mendaftarkan lahan-lahan yang berasal dari hak barat.
“Dalam
kajian kami, lahan-lahan yang tergolong Grondkaart tidak didaftarkan ke BPN,
sehingga dengan demikian Grondkaart menjadi tanah negara bebas, yang jika orang
seorang mendaftarkan tanah tersebut BPN tidak bisa menolaknya,” ucapnya.
Nara sumber
ketiga yang berbicara dalam FGD ini adalah Yuli Indrawati, SH, LL.M, dosen
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyampaikan pendapatnya, kekisruhan
asset PT. KAI berawal dari kelalaian administrasi. Dari hasil penelitian kami,
Pihak Kementerian Perhubungan tidak mengeluarkan surat kementerian yang
menyebutkan secara spesifik menyerahkan lahan kepada PT. KAI sebagai penyertaan
modal atau penambahan modal, kalau pun ada itu harus dibuat dalam bentuk
Peraturan Menteri tentang penyerahan dan menyertaan asset.
Demikian
juga tidak ada laporan atau surat yang ditujukan kepada Kemenkeu dalam hal
administrasi lahan kereta api sehingga sama sekali tidak tercatat dalam
kekayaan negara.
“Mengingat
masalah ini telah berdampak luas dan dalam rangka melindungi kepentingan umum
dan kepentingan nasional, Presiden Republik Indonesia sebaiknya menetapkan
keputusan strategis dan penting agar warga masyarakat tidak dirugikan dan PT
Kereta Api Indonesia dapat memberikan penghormatan yang layak dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan harkat martabat kemanusiannya,” tutup
Yuli Indrawati.
Menanggapi
hasil FGD ini dan dikaitkan dengan permasalahan status lahan grondkaart yang
telah melebar bukan hanya di Lampung tetapi juga di wilayah Padang dan Bukit Tinggi
– Sumatera Barat, Semarang – Jawa Tenga, Kota Medan – Sumatera Utara, dan
wilayah lainnya, menyatakan, dari fakta-fakta yang disampaikan para ahli
menunjukkan bahwa PT. KAI tidak memiliki alat formal yuridis untuk menegaskan
bahwa grondkaart adalah asset-nya.
“Oleh
karenanya demi keadilan dan menghormati kebijakan Presiden Jokowi dalam hal
sertifikasi lahan warga yang telah ditempati puluhan tahun maka selayaknya PT.
KAI legowo dan secara ikhlas melepaskan lahan-lahan grondkaart yang tidak terpakai
dlm tugas pokok operasional KA untuk kepentingan warga masyarakat yang
membutuhkan kepastian lahan miliknya,” tandas Andi Surya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *