LBH Bndarlampung menerima perwakilan buruh PT NTF |
Bandarlampung -Tim 12 buruh atas nama 2000 pekerja PT Nusantara Trofical Farm (NTF) Sub Bagian Nanas Lampung Timur, mengadukan nasib mereka ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung, Rabu (21/02/2018).
Mereka memminta perlindungan, setelah berjuang selama hampir dua bulan lebih, namun tak mendapat respon positif. Tim 12 justru mendapat intimidasi dan tekanan, dari pihak perusahaan, mandor, hingga Dinas Tenaga Kerja Lampung Timur.
Tim 12 dipimpin kordinator Taufik Ansori, didampingi Rahmat Syahar, dan anggota lainnya, yang kini mereka di-skort kerja sementara oleh management PT NTF, melalui pesan whatshapp.
“Kami sudah tidak boleh kerja, sampai masalah selesai. Kami minta surat skor tidak dikasih. Boro -boro Jamsostek (BPJS Ketenakerjaan) ,” katanya menunjukkan bukti Whatshapp.
Tim diterima Ketua LBH Bandarlampung Alian Setiadi, didampingi ketua Bidang Ekosob Chandra Bangkit, di kantor LBH Bandarlampung.
Di hadapan Tim LBH, terungkap selain persoalan upah, juga terhadap status tenaga kerja yang diduga melanggar UU. Karena meski sudah lebih dari satu tahun menjadi tenaga kerja di PT NTF, tapi statusnya tidak jelas, dan tidak diangkat menjadi karyawan.
“Tanggal 14 Februari 2018. Pihak HRD mendatangai para buruh di tempat kerja, dan meminta para buruh mencabut laporan. Kami diintimidasi untuk mencabut semua laporan, sebagian kawan nencabut karena takut dipecat dan kehilangan pekerjaan,” kata Rijek.
Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi menyatakan, aturan oursorsium sudah dicabut oleh pemetintah. Status pekerja itu hanya ada dua, tenaga kerja kotrak batas waktu maksimal satu tahun, dan karyawan tetap.
“Sehingga ada hak-hak pekerja dan kewajiban perusahaan, termasuk Jamsostek para buruh. Perusahaan jangan lagi melakukan perbudakan modern. Perusahaan tidak boleh lagi kontrak, batas 1 tahun, lebih dari itu harus diangkat. Puluhan tahun kerja harus diangkat jadi karyawan tetap,” kata Alian Setiadi.
Sebelumnya PT Nusantara Trofical Farm (NTF) diduga melakukan berbudakan modern, terhadap ribuan tenaga kerja tanpa membayar upah lebur. Dan melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuatnya sendiri. Upah diduga tidak sesuai UMK, dan tanpa pengawasan Disnaker.
Kerap terjadi kesewenangan terhadap pekerja dengan melakukan PHK sepihak, dan tenaga harian lepas tanpa jaminan Jamsostek. Terkait masalah itu Tim 12 yang menggungat upah itu juga akan meminta perlindungan hukum ke LBH Bandarlampung.
Ribuan tenaga kerja umumnya takut untuk protes, karena takut kehilangan pekerjaan. Beberapa karyawan yang protes mendapatkan intimidasi dan diskriminasi, bahkan SPSI Daerah Lampung Timur tak pedulikan nasib ribuan tenaga kerja itu.
Informasi lain menyebutkan kuat dugaan ‘Kongkalikong’ managemen lokal, melibatkan manager hingga mandor.
Tim 12 tenaga kerja PT NTF, sub bidang Nanas, melayangkan protes, dan meminta perusahaan membayarkan kelebihan kerja, terhitung sejak tahun 2015 hingga 2017.
Tim managemen perusahaan sempat menanggapi gugatan tim12 atas nama sekitar 2000-an tenaga kerja, di PT NTP sub bagian Nanas itu.
“Ya, memang sejak 18 Desember 2017, kami melaporkan kasus itu ke PC SPSI Lampung Timur, dan Disnaker Lampung Timur. Tapi kami tetap harus berjuang sendiri. Tim 12 menyatakan siap berjuang, pekerja lain takut tampil, karena takut di pecat, ” kata Taufik Ansori, didampingi Rahmat Syahar.
Taufik menyatakan mereka Tim 12, mewakili 2000 pekerja harian lepas di PT. NTF, di bagian Nanas segar yang berada di bawah naungan kerja PT. NTF. Periode tahun 2016 S/D Periode 2017. “Ada kekurangan upah kami yang tidak dibayar oleh pihak perusahaan. Kekurangan tersebut terdapat pada Upah kerja pada hari ke enam (6) selama dua (2) jam dengan hitungan jam ke enam (6) dan jam ke tujuh (7) yang seharusnya sudah termasuk dalam hitungan lembur tetapi dibayar dengan hitungan jam kerja blasa,” kata Taufik.
Lalu upah pada hari ke tujuh (7) yang seharusnya dibayar dengan hitungan lembur karna bekerja pada hari libur Mingguan, setelah bekerja selama enam (6) hari 140 jam dalam satu (1) Minggu. dan semua itu sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 pasal 8.
“Tetapi yang kami terima baru upah hari kerja biasa, tidak dihitung lembur. Kami mohon maaf terlamb melaporkan permasalahan yang terjadl pada kami selaku pekerja harian lepas dibagian nanas segar PT. NTF. Selama ini kami tidak tau bahwa di PT. NTF Sudah ada SPSI tempat kami mengadukan segala permasalahan yang terjadi pada kami selama ini,” katanya.
Menurutnya, mereka juga baru memahami bahwa ada Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pekerja atau Buruh seperti mereja. “Kami baru tahu jika ada aturan ada undang undang. dan selam ini kami banyak mencari tahu, dan banyak menemukan kejanggalan managemen PT NTF di Lampung, yang go international, tapi managemennya tradisional.” katanya sambil menunjukkan bukti PKB, dan dokumen lainnya.
Atas kekurangan upah pekerjaan itu, pihak PT NTF diperkirakan harus membayar Rp4 miliar pertahun sejak tahun 2015, dengan hitungan satu tahun hanya tujuh bulan, hitungan perminggu, sesuai dengan nilai upah harian Rp76.345,-/hari.
“Tahun 2016 upah Rp65 ribu perhari. Hitung tiap minggu saja kalikan tujuh bulan pertahun masa panen. Kami sudah banyak dengar cerita dari para mantan peketja, dan mantan mandor tentang kondisi managemen. Tapi kami hanya ingin upah para pekerja dubayarkan, masa iya tega keringat pekerja itu di tilep, ” katanya kesal.
Rahmat Syahar menceritakan, atas pengaduan itu, pihaknya TIM 12 sudah tiga kali mendapat surat panggilan pihak PT NTF untuk melakukan pertemuan terhitung bulan Januari 2018. “Panggilan pertama kami tidak hadir karena tanggalnya aneh, tanggal surat 30 Desember 2017, tapi diundang pertemuan tanggal 4 Januari 2017, dan diminta bawa bukti bukti upah, ” kata Rahmat.
Lalu, ujar Rahmat, panggilan ubtik dilakukan pertemuan ke II, di ruang HRD, tapi tidak lagi dengan kop surat NTF, tapi menggunakan Kop PT. GGP atau PT. Great Giant Pineapple, tanggal 11 Januari 2018, ditanda tangani Dedi A Effendie Kabag Hububgan Industrial, dan administrasi Sujarwanto. “Dalam pertemuan itu pihak perusahaan bersedia membayar. Tapi sekarang ada lagi undangan pertemuan ketiga pada Rabu 24 Januari mendatang, ditanda tangani HP Operation Ass Manager, Fitriyanti, dalam surat itu kami juga harus nembawa bukti bukti atas masalah itu,” katanya.
Rahmat menyatakan bahwa mereka juga sudah mengirimkan surat tembusan terkait masalah itu hingga ke Polda Lampung, tapi hingga kini belum mendapat tanggapan. “Kami sudah banyak dapat kabar mulai dari akan dipidanakan, pemecatan, hingga tawaran dibayarkan upah hanya untuk Tim 12 saja. Ini masalah nasib pekerja, bukan kami saja. Saya sendiri prihatin, perusahaan yang kelas international, tapi dibawahnya seperti ini. Pemda dan wakil rakyat, mana pedulikan nasib kami, ” ucapnya.
Terkait tenaga kerja, dalam pasal 1 angka (21) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh atau beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
PT NTF adalah sentral produksi pisang di Provinsi Lampung, tepatnya di perbatasan Taman Nasional Way Kambas, Kecamatan Labuhan Batu, Lampung Timur. Dengan menyerap pekerja gingga 6000 orang terbagi untuk bagian pisang, Nanas, dan Buah Buahan segar lainnya seperti jambu biji, nanas, pepaya, hingga buah naga. Luas perkebunan yang dikelola PT Nusantara Tropical Farm (NTF) ini mencapai 3.757,2 hektar, di mana 1.754,6 hektar dikhususnya untuk perkebunan pisang.
NTF dibangun tahun 1992 yang awalnya bernama Nusantara Tropical Fruit. Kemudian tahun 2011, ada proses perubahan di HGU (Hak Guna Usaha) menjadi Nusantara Tropical Farm, karena ada pengembangan penggemukan sapi di akhir tahun 2012 hingga mencapai 7.000 ekor.