Proyek Gorong-gorong Kawasan TNWK Diduga Syarat Penyimpangan

Subakir(kiri) saat menunjukan kandang Badak di TNWK
Bandarlampung-
Jaringan Komunitas Ekosistem Lampung kembali menduga adanya syarat penyimpangan
proyek gorong-gorong senilai Rp6 miliar.
Meskipun
demikian Kawasan Taman Hutan Way Kambas(TNWK) yang dikelola Suaka Rhino Sumatera
(SRS) yang telah diitari aliran listrik kini masuk laporan ke Kementerian
Lingkungan hidup dan Konservasi di Jakarta.
Menurut
Ketua JKEL Almuheri hal itu seharusnya diperkirakan cukup dengan dana Rp 100
juta/unit dengan jumlah yang dikerjakan 8 unit dengan hanya membutuhkan dana
kurang lebih Rp 800 juta.
Tapi
ternyata proyek tersebut syarat dengan penyimpangan (mark-up) manalagi dari
berbagai kegiatan fisik lainnya terindikasi dimark up dalam pelaksanaan proyek
TNWK oleh SRS tersebut,” kata Almuheri.
Selain itu
pula, sambung Almuheri kegiatan tersebut juga seharusnya ada proses analisa
mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
“Akan tetapi
amdal tersebut tidak dilakukan hal itu, dengan demikian kalau begitu telah
melanggar Undang-Undang dikarenakan dalam ketentuan pengelolaan luas lahan
diatas 200 ha,” bebernya Ketua koordinator JKEL, Kamis (09/08/2017).
Selain itu
pula Ketua Watala Lampung Edi Karizal menambahkan proyek SRS yang sudah
berlangsung lebih kurang 30 tahun, yang kini mendapatkan konsesi pakan dilahan
5000 ha.
Namun pihak
SRS tidak pernah menanam kebutuhan badak, atau mencari dari luas kawasan
sehingga hanya mengandalkan dan menghancurkan pakan yang ada di TNWK.
“Selain itu
di kawasan tersebut juga telah terpasangnya kawat listrik di sekeliling wilayah
kelola SRS, berarti satwa asli TNWK terganggu dan tidak lagi bisa hidup di
wilayah 250 ha tersebut,” kata Edi.
Menurutnya,
wilayah yang dikelola SRS itu merupakan zona inti TNWK yang merupakan kawasan
seluruh jelajah satwa di TNWK.
“Yang mana
perluasan Suaka Rhino Sumatera (SRS) itu mendapat tambahan 150 ha. Hal inipun
dilanggar oleh SRS, dalam pengelolaan wilayah dan proyek-proyek lainnya,”kata
dia.
Terpisah
Ketua TNWK Subakir mengklarifikasikan hal tersebut menyampakkan bahwa semua,
lampiran-lampirannya di izinnya SK dari Dirjen, BSDE-nya.
“Kita sudah
lengkap surat, saya belum berani mengerjakannya kenapa,” sebut Subakir.
Menurutnya,
belum ada perintah surat resmi dari Dirjen Kementerian LHK begitu lengkap
dokumen semuanya.
“Saya
membuat surat lagi, karena belum ada perintah dari kementerian untuk
melaksanakan kegiatan ini,” kata dia.
Ia
menjelaskan dengan demikian turunlah surat dari sekjen agar sesegera dilaksanakan
permasalahan itu.
“Baru kita
laksanakan karena berapa kali bulak-balik ke Dirjen, dan sosialisasi ke pemda
juga, pemprov menerima, pemda kabupaten lampung timur juga menerima,” kata dia.
Dirinya
menegaskan bahwa menerima semua dan mendukung baru kita laksanakan karena tidak
mau begitu kegiatan ini dilaksanakan, begitu, nanti ditengah-tengah ada
ganjalan.
“Karena saya
tidak mau dikemudian hari ada permasalahan. Nah sekarang ini, alhmadulillah
berjalan lancar tidak ada ganjalan,” tegasnya.
Apalagi
sambung Subakir bahwa Bu Menteri sudah datang kesini maupun Pak Dirjen sudah
datang serta begitupun staff ahli Menteripun sudah datang kemari.
“Begitupula
Kepala Pusat Keteknikan yang memberi izin untuk menggantikan amdal juga sudah
mengecek kesini,” ujarnya.
Dirinya juga
menjelaskan untuk gajah 65 ekor dari dana APBN 1,6 miliar yang dipihak
ketigakan oleh koperasi yang menangani makan-makanan gajah itu.
Koperasi itu
dari masyarakat yang dekat kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), jadi kita
hanya mengontrol saja, pakan ini kita bekerjasama dengan koperasi dengan
bertujuan meminimalisir korupsi.
“Saya tidak
mau pakan gajah dimakan oleh petugas yang seharusnya untuk gajah, kalau kita
sendiri yang beli pakan bisa saja semisalkan kebutuhan pakan gajah lima
dibelinya satu yang lainnya dimakan sendiri,” jelasnya.
Nah hal itu
lanjut Subakir membeberkan bahwa yang kita minimalisirkan agar tidak dikorupsi,
karena kita tidak mau itu terjadi, karena kemungkinan sebelum- sebelumnya
seperti itu.
“Sehingga
pada jaman saya ini, dipihak ketigakan sesuai dengan aturan, jadi kita tinggal
mengawasi kalau sore ada lima orang untuk mengawasi pakan-pakan yang datang
dari koperasi itu,” bebernya.
Dan itu pula
lebih lanjut diri berujar bahwa tidak dilakukan pemotongan, serupiah pun dan
kami disini TNWK tidak ada potong memotong termasuk dibadak itu dari non APBN
juga tidak ada pemotongan.
Jadi semua
kebutuhan disini berasal dari NJO, jadi dana dari APBN tidak ada, dalam
pengelolaan badak dari awal sampai sekarang yang dikelola YABI.
“Mengalir
saja, kita merdeka saja, siapapun yang datang kita jawab. Alhamdulillah kalau
gajah-gajah ini ada snack, kalau pagi gajah-gajah itu diangon oleh
pawang-pawangnya kemudian, nanti sore dimandikan dulu, terus diikat dan
malamnya dikasih snack karena dialam terbuka ini,” kata dia.
Dirinya juga
menambahkan bahwa gajah itu enggak bisa naik pohon kelapa, dia (gajah,red)
paling senang makan pelepah kelapa yang lebih tahu dokter.
“Kita punya
dua dokter disana, yang mengawasi dan ada rumah sakitnya,”kata dia.
Selain itu
juga disampaikan Ketua Yayasan Badak Indonesia (YABI) Widodo menerangkan bahwa
untuk pawang, pakan, dan alat-alat dan sebagainya anggarannta Rp 2 Miliar
pertahun.
“Kalau untuk
pembangunan jalan, saya menjelaskan harga borongannya Rp. 1,88 Miliar lebih
termasuk pajak. Kemudian kalau ada perluasan nanti ada skala penambahan lagi,
karena yang ini saja skala Rp. 2 miliaran yang didanai dengan dibantu oleh LSM
Internasional Aedomm (IAF),”terangnya.
Jadi lanjut
Widodo bahwa tiap-tiap tahun kita mengajukan permohonan Pebangunan sarana
penangkaran badak itu di biaya oleh Yayasan Badan Indonesia (YABI) yang
mendapat kucuran anggaran Rp 10.8 miliar, melalui SRS, dan Non APBD maupun PBN.
“Lahan yang
seharunya adalah 5000 Ha, Untuk badak yang ada saat ini baru 100 ha, dan akan
ditambah areal 250 Ha, dengan pembangunan talud, dan gorong gorong, serta
pembatas, ” kata Direktur Ekselutif YABI Widodo, didampingi Kurnia, Kasi Pos
Waykanan Arifin, dan Kepala Taman Nasioanl Waykambas, Subakir MH dan Staf saat
menerima silahturahmi Forum Wartawan Online (Fortaline) Lampung, di kantor Pos
SRS Badak Sumatera, Rabu (19/7).
Sementara
untuk pakan, kata Widodo, selain disiapkan pakan pada zona lahan konservasi,
juga berasal dari tanaman produksi beli dari masyarakat. “Satu tahun ada
anggaran Rp2 miliar, termasuk untuk pakan. Ada 250 jenis pohon liana, dan
perdu. 80 persen tanaman itu juga disukai oleh satwa lain, jadi sering kali
tanaman itu juga dimakan satwa lain, tapi kita terus dalam proses pemenuhan
stok pakan itu, ” katanya. (KR).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *