May Day di Bandarlampung, Pekerja Inginkan Ini

Massa PPRL di Bandarlampung gelar aksi sambut May Day
Bandarlampung-
I Mei di seluruh Indonesia dan belahan dunia memperingati Hari Buruh
Internasional.
Hari Buruh
lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali
ekonomi-politis hak-hak industrial.
Perkembangan
kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis
ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika
Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan
buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan
kelas pekerja.
Ternyata di Bandarlampung
masih ditemui hak buruh(pekerja) yang masih dikesampingkan oleh pengusaha.
Heri (bukan
nama sebenarnya) warga Labuhan Ratu Bandarlampung yang bekerja di salah satu
perusahaan leasing(pembiayaan) ternama
di Bandarlampung mengaku, ia bekerja di perusahaan tersebut lebih dari 3 tahun,
saat ia mulai bekerja ijazah miliknya ditahan oleh perusahaan leasing tempat ia bekerja.

“Kemungkinan
ijazah ditahan agar pekerja tidak bekerja di tempat lain atau agar karyawan
tidak kabur,” kata dia, Senin(01/05/2017). 

Baca: May Day di Bandarlampung, Ini Keluhan Pekerja

Sebagai pekerja
di perusahaan di bagian penagihan angsuran mobil, ia bertugas menagih dan
menggiring nasabah yang menunggak angsuran agar tepat waktu, ia mendapat gaji perbulan
sesuai Upah Minimum Kota(UMK) Bandarlampung  Rp 2.054.365. upah itu di luar uang tunjangan
atau insentif jika mencapai target, jika diakumulasikan kata dia, perbulan bisa
mendapatkan Rp 3 juta, namun kata dia, terkadang perusahaan masih memberlakukan
jam kerja yang kurang beraturan.
“Saya kerja
dari Senin-Sabtu, cuma hari Minggu di akhir bulan tetep masuk,”
“Kerja
ditarget, kalo enggak dapat intensif
dan ocehan(domeli pimpinan),” kata
dia.
Ia mengaku saat
bekerja banyak tekanan dari perusahaan, baik itu tekanan setiap hari dan tekanan
di akhir bulan, tekanan ‘harian’ kata dia setiap hari bekerja diawasi dan
selalu mendapat telephone dari
menanyakan perkembangan penagihan konsumen.
“Sehari 1-2
kali kali di-telphone,” ujarnya.
Di akhir
bulan kata dia, dirinya harus mendapat target yang ditetapkan perusahaan, jika
tidak mendapatkan target itu pastinya diomeli dan diancam perusahaan tidak diperpanjang
kontrak kerja.
“Tapi
tergantung kita mensikapinya,” tuturnya. 

Ia
menceritakan, suka duka menjalani profesi di bidang penagihan konsumen ini di
antaranya banyak kenal orang-orang terutama konsumen dan banyak pengalaman.
Dukanya ucap
dia, tekanan yang tinggi dari perusahaan, bahkan kadang ada keinginan untuk pindah
ke tempat kerja lain atau membuka usaha lain.
Tak jarang
pula saat bekerja Heri ‘bentrok’ dengan konsumennya, karena konsumen merasa risih
terus didatanginya, namun perusahaan tidak tahu.
Kalo
bentrok kecil pernah contohnya, kadang dimarahi konsumen, sementara kita
diminta kepastian dari kantor,” ucapnya.
Terlebih yang
paling kerasa saat akhir bulan, jika intensif tidak tercapai, sementara tekanan
lebih berat.
“Pastinya cuma
dapat gaji saja,” kata dia. 

Ia berharap
perusahaan di tempat ia bekerja khususnya lebih memberikan  ketidakpastian menjadi karyawan, alasannya ia
bekerja sudah 3 tahun namun belum juga diangkat menjadi karyawan.
“Rata-rata
sekarang leasing outsourcing atau mitra perusahaan,” ungkapnya.
Di tempat
Heri memberlakukan per 1 tahun perpanjangan kontrak kerja, di perusahaan itu
pula, ada sekitar 40-50 orang pekerja, namun karyawannya tidak sampai
separuhnya. 
“Semoga outsourcing
dihapuskan, penghasilan ditambah, kepastian menjadi karyawan tetap terbuka
lebar,” tukasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *