Tim Appraisal Jalan Tol Trans Sumatra Dituding Serampangan

Warga Jatiagung mengadukan polemik ganti rugi lahan pada WFS dan Rekan

Bandarlampung- Lagi,
ganti rugi lahan jalan Tol Trans Sumatra yang dilakukan tim appraisal tuai
protes. Kali ini warga Desa Jatimulyo Kecamatan Jatiagung Kabupaten Lampung
Selatan mempertanyakan kinerja tim appraisal. Pasalnya tim appraisal diduga kuat
bekeja serampangan.

Sejumlah warga mengadukan polemik tersut pada Wahrul Fauzi Silalahi dan
Rekan.
Wahrul mengatakan, ada 11 warga Jatimulyo masih menghadapi persoalan keadilan
rumah, tanah, pekarangan dan sawah
.
Di Lampung Selatan ada 4 desa, Fahrul mengecam kinerja komite jalan tol yang tidak professional, ia
menceritakan sebelum ganti rugi lahan, warga diberi
kopelan(kertas kecil tulisan
tangan)
dari tim
appraisal yang isinya nama pemilik lahan, ukuran, bangunan dan nominal yang
akan diperoleh warga .
Harusnya
surat itu dikeluarkan tim apresial dan d
iketahui BPN Lampung Selatan,” tegasnya
Senin(06/03/2017).
Ia menuturkan, kejadian di Lampung Selatan ini hampir sama dengan di Lampung Tengah, untuk persoalan
di
Lampung
Selatan ini kata dia, pihaknya
akan merapatkan
dulu,
mencari formula yang
efektif melakukan upaya hokum
.
“Menurut
kami bukan kasus per kasus, namun level kebijakan, selama ini belum ada
evaluasi yang efektif karena di sana-sini masih banyak keslahan fatal
,”
tegasnya
.
Performanya kata dia panitianya belum bisa menterjemahkan
arahan
Presiden Indonesia Joko Widodo.
“Kami
pasti gugat ini
,” tegasnya.
Iamengatakan, untuk warga di 3 desa Lampung Selatan ini, pihaknya akan mensomasi panitia, lalu melakukan
gugatan upaya hukum agar
ada kepastian hokum
.
“Panitia
ini tidak memiliki prospek yang baik ke depan
,” ujarnya.         
Andreas
warga Jatimulyo Kecamatan Jatiagung
mengatakan, ada ketidakberesan, keganjilan pada
pembebasana lahan di deanya.
“Yang
kami harapkan adanya musyawarah, namun musya
warah yang terjadi bukan yang
sebenarnya,
” sesalnya.
Ia bertutur, pada Oktober 2016 lalu, ia dan warga sekitar belum ada titik temu akan ganti
rugi
harga tanah dan
bangunan
yang diberikan tim appraisil.
Ia menceritakan, ada warga setempat yang memiliki luas lahan 1,800 meter namun dihitung 1,400 meter.
“Setelah
warga meminta hitung ulang tidak digubris, tidak ada yang turun
,” kata
dia.
Parahnya lagikata dia, ada ganti rugi lahan seharga Rp 140 juta, setelah sepakat
dana itu dikir
im
ke rekening warga, Rp 140
juta namun bisa dicairkan hanya Rp 20 juta.
“Saat
ditanya ke panitia, panitia beralibi adanya pendataan ulang tanpa ada
kesepakatan, kan ini anprofesional
,” ujarnya.
Ia mengatakan, ada banyak permasahan seperti ini, maka timbul kecurigaan pada
tim appraisal.
“Ada
juga tetangga kami yang dihargai tanahnya dengan harga ganti rugi harga
terendah,
”.
“Kami
enggak tahu seperti apa penilaiannya, yang kami harapkan mendapatkan hak kami,
sesuai UU yang berbunyi adil dan layak
,” tegasnya.
Tim appraisal kata Andreas menakut-nakuti warga yang tidak setuju akan ganti
rugi lahan dengan menempuh jalur hukum .
“Jika
kurang puas silahkan ke pengadilan, warga awam pun takut dan langsung
setuju,”
cerita dia.
Sumber
masalah di panitia
(tim appraisal),” tegasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *