KI: Rektorat IAIN Raden Intan Lampung Harus Transparan

Bandarlampung- Ketua Komisi Informasi(KI) Provinsi
Lampung, Dery Hendryan, mengatakan, hak untuk tahu sedunia sudah ada sejak
tahun 2008, sejak 2010 sudah efektif.

Dari perjalaan 6 tahun ini banyak kekurangan, karena
produk hukum ini kompromi antara eksekutif dan legislatif dan kadang ada inisiatif
dari pemangku kepentingan lain.
KI dibentuk karena kepentingan negara yang spesifik(khusus)
namun belum maksimal ditangani dari lembaga negara yang ada.
Dengan adanya keterbukaan, adanya perbaikan secara universal,
KI bertugas mengawal dan mengawasi lembaga pemerintah, lembaga non-sturktural,
lembaga non-pemerintah.
“Salah satunya adalah sumbangan dari badan publik,” ucapnya,
saat diskusi ‘Potensi Pungli Dalam Bentuk Pembangunan Masjid Safinatul Ulum
IAIN Raden Intan Lampung,” di kantor LBH Bandarlampung, Kamis(11/11/2016).
Ia mengatakan, bagaimana keterbukaan ada di kampus
Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Raden Intan Lampung , tata kelola yang baik,
sekarang sedang giatnya transparansi, bagaimana kulture, pola perilaku masyarakat
mencantumkan transparansi bukan formal namun subtansi.
Kata Dery, ada 2 kampus yang pernah didatangi
disosialisasikan akan keterbukaan informasi, beragam respon.
“Kita lihat semangat keterbukaan belum ideal, wajar baru
6 tahun, butuh komitmen dari pemimpin itu, pola pengelolaan kampus harus
kedepankan transparansi. Akuntabilitas, efisiensi dan semua harus
dipertanggungjawabkan. Bagaimana dengan IAIN?,” ujarnya.
 “Saya lihat itu
pungutan dan harus terbuka. Proses, niat kenapa itu dibuat kebijakan,
dikomunikasikan harus lebih efektif, kampus ini miniatur bangsa yang kecil.
Bagaimana rektor harus komunikasikan dengan baik,” ujarnya.
Terkait dengan pembangunan Masjid kata dia, niatnya pasti
benar, tapi mungkin niat baik dengan cara salah, yang bisa timbulkan kesalahan.
“Intinya harus terbuka, bagaimana pola terbuka yang terbangun,”
ungkapnya.
Pengelolaan keterbukaan kata dia, harus formal, jika
pendekatan formal harus resmi. Bagaimana terbuka di akhir, di UU 14, setiap badan
publik tidak serta-merta memberikan informasi, namun ada waktunya.
“Apakah ada masanya yang belum selesai, pemilik informasi
harus berikan jika sudah selesai,” ungkapnya.
Hal-hal ini harus kata Dery harus terbuka, KI dalam
konteks dalam semangat perbaikan.
“Sanksi pidana adalah pendekatan akhir,”.
“Semangat keterbukaan selaras dengan demokrasi dan HAM,”
tegasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *