ist |
Lampung Barat-Di sebuah rumah makan siang-malam di Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, seorang pria paro baya berambut ikal berkulit hitam duduk gelisah seakan sedang menanti teman yang tak kunjung datang.
Bukan itu sebenarnya yang membuat dia gelisah, melainkan dia ingin memastikan lokasi yang dilaluinya aman dari penodongan dan begal.
Pria bernama Yadi(bukan nama sebenarnya), hidup bertahun-tahun dibayang-bayangi ketakutan saat melintas jalur kecamatan Bandar Negeri Semuong Kabupaten Tanggamus menuju kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat.
Dia dan warga lainnya sering mendengar pembegalan dan pemalakan, namun belakangan ini tindak kejahatan di medan yang di tempuhnya amat minim, mereka masih trauma karena tahun-tahun sebelumnya angka pembegalan dan pemalakan amat tinggi.
Jalan yang belum beraspal, hanya berbatu split namun telah dionderlaagh, melewati kawasan hutan lindung(register 39), lahan marga (kebun warga) dan melewati jalur tambang emas milik perusahaan asing(PT Nataring Mining) cukup sepi orang yang berlalu-lalang, rute berkelok dan cukup terjal yang pasti dilalui, tak kurang dua puluh lima kilo meter jarak yang harus ditempuh menuju kampungnya.
Ada lima pos yang harus dilalui untuk menuju kesana, setiap melintas di pos itu mereka dikenai pungutan liar(Pungli), untuk motor sebesar Rp.2000 rupiah sekali melintas sedangkan untuk mobil Rp5000, jika tidak memberi uang pada penjaga pos tak jarang dari mereka yang dilempari batu oleh para penjaga pos-pos itu.
Pos itu berbentuk seperti pos ronda dijaga dua sampai lima orang warga di setiap pos, jarak antar pos ke pos lain sekitar dua sampai lima kilo meter.
“Bukankah Indonesia sudah merdeka, tapi kenapa kami seperti belum merdeka?, karena harus membayar jika melintas, ini belum merdeka”ungkapnya lirih.
“Memang sekitar satu tahun ini sudah termasuk aman, dibanding tahun sebelumnya, tapi kami masih trauma,”kata dia.
Yadi dan warga Kecamatan Suoh lainnya, terbiasa melalui satu jalur tadi untuk keluar menuju pusat pemerintahan Lampung Barat dan daerah lain, melewati beberapa pemukiman yang biasa disebut Blok, setidaknya ada 10 blok disana, karena jalur lain hanya bisa dilalui dengan motor trail, pun jika musim penghujan motor mereka dipasang rantai di bagian roda agar bisa melewati jalan yang becek.
Dia menceritakan, tahun lalu tepatnya satu minggu menjelang hari raya lebaran, lewat tengah malam, ada empat motor yang ditumpangi delapan orang melintas di daerah itu secara beriringan, namun naas empat motor itu dipepet sembilan orang bersenjata tajam mengendarai empat motor juga, motor mereka dirampas dan mereka tidak melakukan perlawanan.
“Mereka(korban) itu tetangga kami,”cerita dia.
Bagi mereka melintasi jalur Kecamatan Bandar Negeri Semuong – Kecamatan Suoh seperti melintasi ‘Jalur Gaza’ jalur yang mengerikan, acap kali terbesit di benak mereka ‘hilang motor atau nyawa kalau lewat di Jalur Gaza’ karena trauma berkepanjangan.
“Membawa uang Rp 5 juta kami khawatir, terlebih jika kami membawa anak-anak kami, namun kami optimis bisa selamat melintas daerah itu,” sambung Yadi.
Memang kata dia, pihak kepolisian setempat(Sub Sektor Polsek Bandar Negeri Semuong, Tanggamus) hanya sedikit personil yang berjaga di blok III dan di blok 10 Kecamatan Suoh, Lampung Barat, mereka telah mengetahui dan sering mendengar adanya Pungli dan beberapa tindak pembegalan, namun warga enggan melaporkan kejadian itu, petugas cukup kesulitan menangkap karena tidak ada laporan resmi.
“Polisi yang di blok III dan blok 10 memang sering patroli dan dekat sama kami, kami pun sering meminta pengawalan dari mereka,”ucapnya.
Petugas yang berjaga disana amat tanggap dengan keluhan warga masalah keamanan, namun mungkin karena minimnya anggota polisi, luasnya wilayah, daerah perbatasan antar kabupaten(Lampung Barat-Tanggamus) dan kawasan hutan lindung(Register 39) yang masih sepi pemukiman membuat adanya aksi pembegalan.
Persuasif Cara Polisi
Pihak kepolisian setempat mengaku telah melakukan upaya pencegahan tindak kejahatan dengan melakukan tidakan persuasif, mereka kerap berdialog kepada masyarakat, mendekatkan diri pada tokoh-tokoh dan membuka paradigma(pola fikir) agar tidak takut lagi melewati ‘Jalur Gaza’.
“Cara persuasif ampuh, terbukti tingkat kejahatan turun drastis, satu tahun ini tergolong aman, tapi namanya kejahatan dimana-mana ada,”ucap salah satu petugas kepolisian setempat.
Dia mengaku, sering mendengar kejadian pembegalan dan penodongan baik pengendara motor dan mobil, ia acap kali menyamar sebagai penumpang travel, berganti motor dan mengendarai motor pada malam hari menggunakan helm tertutup, itu upaya dirinya patroli menjaga keamanan dan membuktikan jalan itu aman.”Tapi saya belum juga ketemu pelaku begal itu, mereka(masyarakat) masih terbayang masa lalu yang rawan,”cerita petugas paro baya itu.
Dia menuturkan, memang warga kecamatan Suoh takut melapor ke polisi, mereka khawatir pelaku tindak kejahatan penodongan dan begal tertangkap hingga diadili kemudian bebas.
“Kalau mereka bebas ada dendam, jadi warga enggan melapor, apalagi ini cuma satu akses ke luar,”kata pria berbadan kekar itu.
Ia menceritakan, pihaknya memang tahu adanya pungli di pos-pos itu, namun tanpa disadari warga, penjaga pos kerap membantu pihak kepolisian memberantas kejahatan, dengan adanya mereka tugas kepolisian amat terbantu karena mereka sering berkoordinasi jika ada pelaku pembegalan dan penodongan yang menuju Kecamatan Suoh.”Sekarang mereka mulai sadar tidak memaksa minta uang”ungkapnya.
Seperti kejadian pertengahan Maret lalu, ada penodongan terhadap sopir mobil travel di Bandara Branti Lampung Selatan, mobil yang ditumpangi dua pelaku menuju kecamatan Suoh melewati pos-pos itu, pihak kepolisian setempat mendapat informasi dan langsung berkoordinasi dengan penjaga pos.
“Dalam hitungan jam, pelaku bisa ditemukan dan dibekuk,”ujarnya.
Sebetulnya kata dia, itu memang pungli namun penjaga pos bisa berkoordinasi dengan aparat setempat, selain memantau situasi, menjaga keamanan, membantu petugas dan mereka juga menjadi teman perjalanan.
“Kalau ada yang ingin melintas bilang aja ke mereka(penjaga pos), mereka siap mengantarkan sampai tujuan,”kata dia. Penjaga pos-pos itu biasanya mulai berjaga dari pukul 07:00 pagi sampai pukul 17:00 sore, memang warga banyak yang belum mengetahui akan fungsi mereka, mayoritas dari mereka dulunya bekas ‘penjahat’.
“Namun sekarang sudah banyak yang bertaubat, buktinya angka kriminilitas turun drastis,”ucapnya.
Andai saja semua orang bisa saling menghargai dan bisa menjaga keamanan daerahnya, mungkin jalur’gaza’ tidak pernah ada. (Andi Priyadi).